13 November 2008

Marissa Didenda Rp 500 Juta


TANGERANG - Sidang gugatan perdata Yayasan Pendidikan (YP) Bodobudur melawan mantan Calon Wakil Gubernur Banten Marissa Haque, memasuki pembacaan vonis, kemarin. Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tangerang menyatakan Marissa Haque bersalah dan dihukum untuk membayar uang ganti rugi sebesar Rp 500 juta. Marissa juga diwajibkan memasang iklan berisi permintaan maaf sebesar seperempat halamanan di harian Suara Pembaruan dan Rakyat Merdeka setelah adanya keputusan tetap. Hukuman itu merupakan kesimpulan sidang perdata gugatan dalam perkara Yayasan Pendidikan Borobudur kepada Marissa Haque.


Dalam amar putusannya, Ketua Majelis Hakim Zaid Umar Bobsaid menyatakan sebelumnya telah mengupayakan perdamaian antar keduanya. Namun, hal tersebut tidak berhasil. Setelah memeriksa bukti di persidangan, majelis hakim menyatakan Marissa bersalah telah melakukan pencemaran nama baik dan penghinaan terhadap Yayasan Pendidikan Borobudur Jakarta .

Marissa sebagai pihak tergugat menyatakan transkrip ijazah milik Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah janggal, tetapi dalam sidang Marissa tak bisa membuktikan di mana kejanggalannya. “Pernyataan tergugat di media massa tersebut, mengakibatkan masyarakat kehilangan kepercayaan kepada lembaga pendidikan itu. Tergugat telah melanggar kepatutan, ketelitian, dan kehatian-hatian sehingga majelis hakim menyatakan tergugat telah melanggar hukum,” ujar Zaid Umar Bobsaid, kemarin sore.


Sebagai artis, lanjut Umar, politisi dan pernah menjadi calon wakil gubernur Banten apalagi dimuat di media massa seharusnya Marissa berhati-hati. Dalam sidang yang berjalan cepat itu, Marissa Haque tidak hadir. Yang hadir hanya dua orang kuasa hukumnya dan satu orang kuasa hukum dari Yayasan Pendidikan Borobudur.

Marissa Haque tidak menerima putusan PN Tangerang yang mengharuskan dirinya membayar Rp 500 Juta karena digugat oleh Universitas Borobudur. Dia pun meradang dan menuding Presiden ada di balik semuanya itu.

Tudingan Marissa kepada orang nomor satu di Indonesia itu karena, menurut Marissa, Presiden lah yang mengeluarkan izin agar Atut bisa ikut Pilkada dan akhirnya menang. Karena ketidakpuasan itu lah Marissa berencana mengajukan protes.

Universitas Borobudur menggugat Marissa karena dianggap mencemarkan nama baik institusi pendidikan itu. Kasus ini dimulai saat Marissa mengadukan Gubernur Banten Ratu Atut Choisiyah maju dalam Pilkada dengan bermodal ijazah palsu dari Universitas Borobudur. Ratu Atut tidak terima dan mengadukan Marissa karena telah mencemarkan nama baik namun kasusnya tidak berlanjut. Begitu juga dengan Universitas Borobudur yang mengajukan dan gugatan hingga putus vonis dengan kekalahan Marissa.

Menanggapi hal ini, Marissa menyatakan penolakannya membayar ganti rugi Rp 500 juta dan penyataan maaf. ”Saya lebih baik masuk penjara,” ujarnya, Senin. Kekalahan dia, menurutnya karena Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah dilindungi oleh pemerintah. Buktinya, katanya, presiden sampai sekarang belum keluarkan surat izin untuk memeriksa Atut. Kuasa hukum Marissa, Khairil Poloan, menyatakan banding.

* dari berbagai sumber

Harus Bisa Jembatani Pemprov dan Pemkab

CIPUTAT – Meski belum menyebut nama calon yang akan diusulkan sebagai Penjabat Walikota Tangerang Selatan (Tangsel), namun Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah memberikan sejumlah kriteria. Utamanya, sosok yang akan menduduki posisi nomor satu di Kota Tangerang Selatan itu, haruslah birokrat yang mampu menjembatani atau memfasilitasi Pemprov Banten dan Pemkab Tangerang selaku pemerintah induk.

“Sampai saat ini, Pemprov Banten belum menentukan siapa calon yang bakal diusulkan,” kata Atut saat ditemui di acara Gebyar Wisata Banten 2008, di BSD Junction, Kecamatan Serpong, Kota Tangerang Selatan, Rabu (12/11).

Atut mengatakan, pengusulan nama calon Penjabat Walikota Tangerang Selatan menunggu pengesahan Undang-Undang Pembentukan Kota Tangerang Selatan dalam lembaran negara atau setelah ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Atut mengaku, untuk kriteria Penjabat Walikota Tangerang Selatan adalah sosok yang bisa memfasilitasi Pemprov Banten dan Pemkab Tangerang selaku pemerintah induk.

Atut mengaku, pihaknya mengusulkan kepada Mendagri Mardiyanto agar pada akhir tahun 2008 ini, Penjabat Walikota Tangerang Selatan dapat dilantik. Sehingga, pada 1 Januari 2009, Penjabat Walikota Tangerang Selatan dapat efektif menjalankan roda pemerintahannya.

MULAI DISOAL

Sementara iti, sejumlah masyarakat yang tergabung dalam Komite Aliansi Masyarakat Cipasera (Kamera) mulai mempersoalkan salah satu birokrat yang disebut-sebut bakal diusulkan sebagai Penjabat Walikota Tangerang Selatan, yakni Nanang Komara.

Lembaga swadaya masyarakat ini menilai Nanang memiliki rekam jejak yang kurang baik di Kecamatan Pondok Aren.

Pada tahun 2003 lalu, terjadi tukar guling kantor Kecamatan Pondok Aren. Saat itu, Nanang menjadi Kepala Dinas Tata Ruang Kabupaten Tangerang, diduga mengetahui proses tukar guling kantor Muspika Kecamatan Pondok Aren dari Kelurahan Pondok Jaya ke Kelurahan Perigi Baru. (ang/dai)

sumber: radar banten

08 November 2008

DARI STUDI PEMBANGUNAN PEMUDA BANTEN KE BALI


Kabupaten Jembrana bukanlah Badung, Denpasar atau Gianyar yang menjadi induk pariwisata di Bali. Disana amat jarang dijumpai turis asing yang datang dari Eropa, Amerika, Afrika, Australia, Jepang, Taiwan, China dan berbagai negara asing lainnya, pemandangan kegiatan petani bersawah atau memanen sayuran justru menjadi kekhasan daerah ini. Jembrana memang tergolong kabupaten miskin di Bali, tetapi hampir seluruh jajaran pimpinan dan pejabat daerah diseluruh Indonesia gencar melakukan kunjungan ke Kabupaten yang terletak di ujung barat Pulau Bali ini, apa gerangan yang menjadi daya tariknya?


Sekitar 50 Orang dari berbagai unsur pemuda di Banten juga memilih Kabupaten Jembrana sebagai salah satu tempat untuk melaksanakan Studi Pembangunan Pemuda (SPP) 2008 ke Provinsi Bali pada 14-16 Oktober 2008.

Program SPP 2008 yang diselenggarakan atas kerjasama Dinas Pemuda Olah Raga (Dispora) Provinsi Banten dengan DPD KNPI Provinsi Banten ini terbagi menjadi 5 kelompok yaitu Bidang Koperasi dan UMKM, Bidang Pemerintahan, Bidang Pendidikan dan Pemuda, Bidang Budaya dan Pariwisata, dan Bidang Pertanian. “Mereka melakukan identifikasi kondisi objektif di Kabupaten Jembrana, membandingkan potensi dan mempertajam kemampuan para pemuda Banten, sehingga diharapkan SPP 2008 ini dapat memberikan kontribusi terhadap pembangunan di Provinsi Banten,” ujar Deni dari Dispora Banten yang turut mendampingi rombongan tersebut.

Kepada Banten Muda, Ketua DPD KNPI Provinsi Banten, Eten Hilman mengatakan bahwa Studi Banding sangat diperlukan. “Studi banding sangat diperlukan, bagaimanapun juga manusia pengetahuannya sangat terbatas dan butuh belajar sebagai langkah pengembangan wawasan. Prinsipnya perencanaan studi banding merupakan bagian integral pemenuhan kebutuhan untuk pengembangan pembangunan. Tujuannya adalah untuk belajar mengetahui lebih kongkrit kemajuan daerah lain untuk kemudian direkomendasikan untuk diterapkan kepada pengembangan pembangunan di Provinsi Banten,” paparnya.

Diceritakan oleh Nihlah, koordinator Bidang Pendidikan dan Pemuda, ditengah keterbatasan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang dimilikinya, Jembrana sejak tahun 2001 berani membebaskan siswa sekolah negeri dari biaya SPP (Sumbangan Pembinaan Pendidikan) mulai tingkat SD hingga SMA atau sederajat. “Bahkan, para siswa juga dibantu dengan buku-buku paket pelajaran, untuk sekolah swasta, Pemkab Jembrana menyediakan bantuan berupa beasiswa bagi sejumlah siswa berprestasi,” katanya.

Sementara menurut Maman Maruf dari Bidang Pertanian, keberanian Pemkab Jembrana untuk membebaskan para petani sawah dari beban pajak bumi dan bangunan (PBB) atas lahan usaha miliknya itu patut diberikan apresiasi, “Semuanya disubsidi oleh pemerintah setempat, ini menari dan perlu kita pelajari dengan seksama, bagaimana subsidi untuk melunasi pajak PBB lahan sawah para petani, sama sekali tidak membebani Pemkab Jembrana,” terang Maman.

Hal senada juga dipaparkan Koordinator Bidang Pemerintahan, Khoirul Umam. Pemkab Jembrana yang hanya memiliki 7 dinas, 2 badan dan 2 kantor ini mengundang perhatian banyak kepala daerah di Indonesia untuk meniru pola kepemimpinan Bupati Jembrana. “Selain membebaskan biaya pendidikan dan pajak atas lahan usaha petani sawah, masyarakat di kabupaten Jembrana dibebaskan juga dari biaya pelayanan kesehatan. Lebih menarik lagi terkait kebijakan perijinan, pelayanan dan kependudukan, jika melihat sistemnya, perizinan di Jembrana bisa selesai dalam waktu yang cukup singkat. Masyarakat yang membutuhkan perizinan cukup mendatangi kantor bupati, lalu membaca berbagai persyaratan yang diperlukan, setelah dilengkapi , berkas yang telah diregistrasi langsung dimasukkan melalui kotak khusus yang secara otomatis terbuka dan tertutup setelah warga yang bersangkutan menekan tombolnya. Ini menutup kemungkinan pejabat dapat bertatap muka langsung dengan warga, sehingga sempit pula kesempatan bagi pejabat melakukan pungutan liar atau korupsi terhadap warga,” jelasnya.

Sedangkan sektor mata pencaharian masyarakat Jembarana yang mayoritasnya petani, terdiri dari petani padi, kelapa, coklat, vanili dan cengkeh menjadi daya tarik dan kelebihan tersendiri bagi Jembrana. “Jembrana memang bukan kabupaten yang menempatkan pariwisata sebagai andalan ekonominya, tapi kami melihat pertanian terutama sawah, peternakan dan perikanan menjadi sebuah ikon Budaya dan Pariwisata yang memiliki nilai jual tersendiri. Pemandangan kegiatan petani bersawah atau memanen sayuran serta ruas jalan utama yang selalu dipadati oleh truk-truk bermuatan hasil pertanian menjadi kekhasan daerah ini, pemandangan ini sekaligus menggambarkan betapa kontrasnya dinamika dan denyut nadi kehidupan Jembarana dengan Bali pada umumnya, dan terbukti Jembrana selalu dikunjungi banyak pihak,” ujar Yayah, koordinator Bidang Budaya dan Pariwisata.


Eten Hilman juga melihat Jembrana memiliki keunggulan dalam kebijakan pelayanan publik. “Menjadi daya tarik yang luar biasa karena ditengah keterbatasan PADnya, sejumlah kebijakan publiknya sungguh pro rakyat. Ini membuktikan Jembrana memiliki jiwa kemadirian. Kuncinya adalah kemampuan melakukan inovasi, kreatif dan efisiensi. Misalnya saja melakukan terobosan membuat pengadaan kartu pengenal pegawai negeri sipil (PNS) dengan bekerjasama dengan sebuah bank milik Pemerintah Provinsi Bali. Karena sekaligus merupakan kartu ATM, maka pengadaan untuk sekitar 5.000 PNS di Jembrana langsung dilakukan oleh bank yang bersangkutan. Dengan demikian terjadi efisiensi, sementara disisi lain jajaran PNS didaerah mereka dibiasakan menabung dan berhubungan dengan bank.”

Eten menambahkan, para delegasi Studi Pembangunan Pemuda 2008 mendapat banyak pelajaran dari banyak langkah terobosan cemerlang yang dilakukan Pemkab Jembrana hingga menghasilkan penghematan biaya 20-50 persen guna memberikan pelayanan maksimal bagi masyarakatnya.

Selain berkunjung ke Kabupaten Jembrana, rombongan SPP 2008 bersilaturahmi dan berdialog seputar kepemudaan dengan jajaran pengurus DPD KNPI Provinsi Bali. Dalam kesempatan itu, Eten Hilman memberikan cendera mata berupa replika Menara Banten kepada ketua DPD KNPI Provinsi Bali, I Putu Gede Indriawan. *** (Wira)

sumber: Banten Muda Magazine

Pemuda, Pemecah Kesunyian Sejarah

Momentum peringatan 80 tahun Sumpah Pemuda saat ini sudah seharusnya dimanfaatkan sebagai ajang introspeksi peran pemuda dalam perjuangan pada bentuk yang berbeda.

Introspeksi tersebut menjadi relevan karena saat ini kaum muda tampaknya kembali menuntut perannya dalam berbangsa. Tahun lalu misalnya, saat memperingati Hari Sumpah Pemuda ke-79, muncul jargon-jargon yang dikumandangkan sekelompok kaum muda: "Saatnya kaum muda memimpin" dan "jalan baru, pemimpin baru". Oleh sejumlah kalangan, jargon-jargon tersebut diindikasikan sebagai sebuah momentum kesadaran akan perlunya kebangkitan pemuda Indonesia.

Setidaknya, inilah saat yang tepat untuk mempertanyakan kembali kiprah tokoh-tokoh muda di Tanah Air. Munculnya jargon-jargon semacam itu, menurut Menteri Negara Pemuda dan Olahraga (Menegpora) Adhyaksa Dault, tidak bisa serta-merta disimpulkan sebagai sebuah bentuk kekecewaan kaum muda kepada generasi tua yang dianggap gagal membawa bangsa ini pada perbaikan.

"Harus menggunakan perspektif yang lebih luas untuk melihat jargon-jargon itu ketimbang memaknainya sebagai bentuk nafsu kuasa," ujar Adhyaksa. Mantan Ketua Dewan Pengurus Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (DPP KNPI, periode 1999-2002) itu menilai jargon-jargon tersebut merupakan bentuk kesadaran kaum muda untuk aktif dan peduli politik.

Lantas, bagaimana sejatinya peran pemuda saat ini? Berikut ini petikan wawancara dengan Menegpora yang ditemui di kantornya pekan lalu.

Sejak era sebelum kemerdekaan hingga awal Reformasi, kaum muda selalu berperan penting dalam proses perubahan di negeri ini. Mungkinkah momentum itu terjadi kembali?

Itu sesuatu yang sangat mungkin, sebab hal itu adalah keniscayaan sejarah. Konstelasi politik yang terbentuk di hampir setiap negara sampai detik ini masih menempatkan pemuda dalam posisi terdepan yang bisa diharapkan untuk memecahkan kebekuan. Tetapi, kemampuan tersebut tentu saja bukan monopoli kaum muda.

Meski begitu sejarah membuktikan, pemuda selalu punya peran penting dalam perubahan. Karena, pemuda punya jarak yang sedemikian rupa untuk memisahkan dirinya dengan konstelasi dan praktik kekuasaan. Saya tidak mengatakan pemuda itu independen. Tetapi, dibandingkan generasi tua, peluang kaum muda untuk memecah kebekuan jauh lebih besar.

Lantas, apa tantangan pemuda saat ini?

Memang masih ada keprihatinan terhadap pemuda saat ini seperti dalam kemampuan menjaga emosi. Banyak yang mudah marah. Buktinya, banyak tawuran yang hanya disebabkan hal-hal sepele. Banyak juga pemuda yang tidak mudah untuk mengendalikan kesenangan yang didapatkannya sehingga sering mengekspresikan dalam hal-hal yang berlebihan. Seperti menonton konser misalnya, banyak tindakan yang sebenarnya tidak perlu dilakukan. Masalah-masalah ini harus diperhatikan.

Pada peringatan Sumpah Pemuda tahun lalu sempat muncul jargon "Saatnya Kaum Muda Memimpin" atau "Jalan Baru, Pemimpin Baru" dan seterusnya. Bagaimana Anda melihatnya?

Kalau Anda berpikir itu adalah indikasi munculnya kesadaran politik baru atau semacam enlightment (pencerahan) dari kaum muda di bidang politik, saya menyarankan agar tidak terburu-buru menarik kesimpulan. Saya melihat positif pemuda yang terlibat aktif dalam politik. Seperti pendapat Huygen, mereka adalah generasi yang kreatif dan inovatif. Ini dua pilar keberlanjutan pembangunan. Itu juga dua elemen yang dibutuhkan untuk keberlangsungan demokrasi dan pada gilirannya berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Jadi, ini perspektif untuk melihat jargon-jargon itu ketimbang memaknainya sebagai bentuk nafsu kuasa. Sebagai penumbuh kesadaran untuk aktif dan peduli dengan politik. Peduli dengan apa yang terjadi di parlemen atau pemerintahan. Itulah yang sebenarnya hendak disampaikan. Kalau tidak punya kesadaran untuk peduli, bagaimana bisa memecah kebekuan?

Sejalan dengan itu, apakah sudah kini saatnya melahirkan UU Kepemudaan?

Saya kira UU Kepemudaan itu menjadi kebutuhan. Zaman berubah, karena itu kita butuh infrastruktur sosial politik baru yang lebih memadai. Perlu dipahami, UU ini bukan latah atau untuk gaya-gayaan saja. Sampai saat ini, UU Kepemudaan masih kami rumuskan. Tujuannya sederhana, yakni mendorong sekaligus memastikan agar kaum muda ditempatkan sebagai subjek dalam pembangunan, agar tersedia lebih banyak akses untuk berkiprah dalam pembangunan.

Apakah saat ini kaum muda belum menjadi subjek utama pembangunan?

Di beberapa bidang, arus besar pembangunan kita sudah sedemikian rupa menempatkan pemuda sebagai subjek utama. Anda bisa lihat dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pemakaian narkoba dan seterusnya. Tapi dalam hal lain, pembangunan ekonomi misalnya, kaum muda belum begitu berperan.

Dalam politik belum maksimal. Tapi ini juga terkait dengan kapasitas dan pengalaman. Jadi, sifatnya dua arah, tidak bisa berdiri sendiri dan dipaksakan. Yang perlu ditekankan adalah keterlibatan aktif pemuda dalam pembangunan yang akan mendorong tercapainya perbaikan mutu pendidikan, peningkatan kualitas hidup, pelindungan hukum, dan hak asasi manusia yang pada akhirnya berdampak terhadap kelangsungan masa depan Indonesia.

Bagaimana seharusnya kaum muda sekarang merefleksikan gerakan pemuda 1928?

Saya tidak akan menggunakan pendekatan bernada sentimentil dalam persoalan ini. Misalnya bagaimana dulu kakekbuyut kita berjuang melawan penjajah, mengorbankan segalanya, dan seterusnya. Itu harus kita hargai dan jangan pernah dilupakan. Tapi jika kita berhenti di situ, saya khawatir Sumpah Pemuda akan dimaknai sekadar bagian dari romantisme sejarah Indonesia masa lampau, yang hanya mendapat tempat di museum. Apa yang kita dapatkan niscaya akan lebih banyak jika kita berusaha menangkap semangat yang berkembang pada masa itu.

Atmosfer yang hidup di tengah mereka dan menjadikannya sebagai inspirasi untuk melakukan sesuatu pada hari ini. Sumpah Pemuda yang kita peringati setiap 28 Oktober mengingatkan kita atas pentingnya dua hal: menangkap semangatnya dan menjadikannya inspirasi untuk melakukan sesuatu pada hari ini. Benar bahwa masa mereka hidup adalah masa ketika ideologi-ideologi besar tengah bergemuruh.

Kapitalisme, sosialisme, itu terus-menerus berdialog silih berganti di kepala mereka. Tapi, saya kira, mereka adalah orang-orang yang memilih untuk kehilangan kemudaannya. Kaum muda sekarang berada dalam kondisi "kritis". Maksud saya, kalau kita lihat, etos dan semangat kaum muda setelah masa Reformasi agak sedikit mengendur. Dalam arti tidak sekuat sebelumnya.

Bisa dijelaskan makna dan filosofi Menara Pemuda yang akan diresmikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 28 Oktober 2008?

Bangunan itu didirikan dengan menggunakan tanah dan air dari 33 provinsi di Indonesia yang dibawa oleh semua pemuda dari seluruh negeri. Ini mempunyai makna filosofis bahwa bangunan itu tidak sekadar patung, tetapi sarat makna sebagai perekat bangsa dan semangat generasi muda untuk bersatu membangun dan mempertahankan negeri ini. Hal itu tidak boleh sebatas ngomong, tetapi harus diterjemahkan dalam program jelas yang akan membawa kita pada cita-cita suci tersebut.

Menara itu merefleksikan semangat pemuda, terutama dalam menjaga keutuhan negara-bangsa Indonesia. Itu yang utama. Semangat nasionalisme, persatuan dan kesatuan harus terus dipupuk ke anak cucu, terutama bagi generasi muda. Ada rangkaian acara yang melengkapi peresmian menara itu seperti pemberian penghargaan kepada pemuda pelopor tingkat nasional di lima bidang, yaitu kewirausahaan, pendidikan, teknologi tepat guna, budaya dan pariwisata, serta kebaharian.

Lalu juga Jambore Pemuda Indonesia yang akan mengundang 1.200 pemuda dari seluruh provinsi di Indonesia di Cibubur, kemudian bakti pemuda ke daerah-daerah, antarprovinsi.

Dengan demikian para pemuda itu akan berbaur bersama tanpa sekat apa pun?

Saya berharap apa yang kamilakukan itu, meski tidak bisa dibayangkan sebagai suatu gerakan yang besar, bisa menjadi pengingat bagi kaum muda untuk terus memperbaiki diri dan berkaca demi kemajuan, persatuan, dan kesatuan bangsa kita.� (sindo//mbs)

sumber: okezone.com

Berharap Banten Lebih Maju


Kali ini Provinsi Banten berulang tahun yang ke-8. Tapi apakah anak muda Banten tahu kelahiran provinsinya sendiri? Lalu, adakah harapan sobat RJ agar Banten lebih maju lagi kedepannya?

***

Ishmah Azhar (19), mahasiswa Fakultas Ekonomi Untirta semester III, mengaku tidak hafal HUT Provinsi Banten. “Saya tahunya bulan Oktober, tapi nggak tahu tanggalnya,” kata gadis berkerudung ini.

Sama dengan Ishmah, Astri (20), mahasiswa IAIN Fakultas Tardab semester VII juga mengaku tidak tahu tanggal pembentukan Provinsi Banten. “Mmmm, nggak tahu juga sih kapan tepatnya. Tapi pastinya bulan-bulan ini karena banyak banget spanduk ucapan selamat HUT Banten,” katanya terkekeh.

Ketidaktahuan kelahiran Provinsi Banten bisa jadi karena Banten belum begitu melekat di hati mereka. Namun diakui Ishmah, Banten kini menjadi provinsi yang ditempatinya sejak dua tahun silam, jadi ia berusaha untuk mencintai Banten.

“Saya bangga koq sama Banten, karena Banten punya sumber daya yang bagus. Walaupun belum semuanya digali,” kata gadis asal Jawa Barat ini.

Kebanggaan terhadap Banten menyulut harapan-harapan mereka akan Banten. Bagi Astri, kemajuan Banten tentu menjadi harapannya. “Kalau Banten maju, kita bisa semakin dikenal orang,” ujar gadis putih ini.

Sementara bagi Ishmah, kemajuan Banten perlu didukung. Menurutnya, kemajuan itu bisa dimulai dengan memperbanyak lapangan pekerjaan, sehingga mengurangi pengangguran. Terus, kata Ishmah, orang-orang Banten juga harus membenahi pola pikir untuk maju. “Para pemimpinnya harus lebih dulu maju dan jangan korupsi. Kalau kita kan masih lama jadi pemimpin, jadi yang sudah memimpin yah harus lebih maju dari masyarakatnya dong,” ungkapnya.

Lain Ishmah, lain pula dengan Panji (22), mahasiswa Fakultas Ekonomi Untirta. Mahasiswa asal Pandeglang ini mengaku pembangunan di Banten yang paling ia rasakan di daerahnya yaitu dengan diperlebarnya jalan raya provinsi. “Jalannya jadi lebih lebar, jadi gue ngerasa nyaman kalau bolak-balik ke kampus,” ungkap pria yang senang nyanyi lagu-lagu Jepang ini. Tapi tidak sedikit pula jalan-jalan provinsi yang masih rusak dan berlubang di daerah-daerah tertentu. “Gue berharap pemerintah bisa lebih perhatian lagi, karena gue suka gondok kalau lewat jalan-jalan yang berlubang,” ungkapnya.

Sammy (17) siswa asal Pandeglang yang kini sekolah di Ponpes Daar el-Qalam Tangerang ini mengatakan bahwa ia dulu pernah tahu HUT provinsi Banten, tapi sekarang sudah lupa. Menurutnya, perkembangan yang paling menonjol di Provinsi Banten di bidang pariwisata. Banyak wisatawan lokal maupun asing berkunjung ke tempat-tempat wisata di Banten, seperti Anyer, Cerita, bahkan gunung Pulosari. “Apalagi habis lebaran kayak gini, pasti rame banget yang datang,” tambahnya. Ia berharap pembangunan pariwisata di Banten dapat lebih dikelola dengan baik agar wisatawan semakin bertambah.

Hal senada disampaikan Vima (17) siswi SMA 8 Pandeglang, Banten terkenal di bidang wisatanya. “Aku paling seneng kalau udah jalan-jalan ke pantai, seru banget! Apalagi bareng sama temen-temen,” ungkap siswi yang pandai berbahasa Inggris ini. Tapi menurutnya, perkembangan Banten belum merata. Masih banyak daerah yang sulit terjamah dan belum memiliki sarana memadai. “Biasanya dilihat dari pembangunan jalan yang masih rusak,” ucapnya. Ia berharap Provinsi Banten dapat lebih maju dan memperhatikan pembangunannya agar merata.

Nuning Widiar (20), mahasiswa Fakultas Teknik Sipil Untirta Cilegon mengaku tidak tahu kalo Banten berulang tahun yang ke-8 beberapa waktu lalu. Ketidaktahuannya itu ia dapat karena tidak ada sosialisasi dari pihak terkait. “Emang sih banyak banget spanduk di jalan yang isinya ngucapin HUT Provinsi Banten, tapi gue nggak ngeh aja kapan tepatnya Banten berulang tahun. Setahu gue, tahunnya doang tapi kalo tanggal dan bulan nggak tahu,” tutur cewek yang juga berulang tahun di bulan Oktober ini.

Kata Nuning, kebanyakan anak muda khususnya remaja di Banten tidak tahu kapan Banten menjadi propinsi. Hal itu diakuinya memang miris sebab ia dan temannya saja sampe nggak tahu kalo daerah asalnya merayakan ulang tahun. “Kalo dinilai sih emang kebangetan sampe nggak tahu HUT daerah tempat tinggal sendiri. Meskinya kita sebagai anak muda minimal tahu kapan provinsi yang kita tempati merayakan hari jadinya,” katanya.

Senada dengan Nuning, Intan Wahyuni (23), mahasiswa Jurusan Ekonomi Amik Serang juga tidak tahu kalo hari jadi Banten jatuh pada 4 Oktober lalu. Bahkan ia baru tahu ketika RJ meminta pendapatnya tentang HUT Banten. “Emang Banten ulang tahun ya? Kok saya baru tahu dari RJ,” ujarnya tersipu malu.

Ketika ditanya soal pembangunan di Banten, cewek berkerudung ini lantas menjawab lumayan. Katanya, lumayan ada kemajuan dan sedikit perbaikan. “Kalo dinilai saat ini sih lumayan udah ada perbaikan yang mengarah kemajuan meski banyak hambatan salah satunya adanya korupsi,” tuturnya.

Intan nuturin, kalo hambatan dapat diselesaikan dengan baik, Banten bakal maju dengan pesat. “Saya optimis kalo hambatan itu bisa di atasi dengan baik. Sehingga propinsi tercinta ini bisa menyaingi propinsi lainnya. Sebab kita punya banyak budaya yang bisa digali,” imbuhnya.

Hal itu juga dikatakan Ajiz (17), siswa kelas 3 di SMA 3 Ciputat ini mengaku kalau dirinya tidak tahu bahwa tanggal 4 Oktober adalah hari jadi Provinsi Banten. “Hari Jadi Banten? Engga tau ka... Harusnya ulang tahun Provinsi Banten disosialisasiin, jadi kita tau dan ikut merasakan perjuangan di Banten” akunya sambil tersenyum.

Namun saat ditanya tentang kondisi Banten saat ini, Ajiz mengaku pembangunan di Banten sudah banyak berkembang sejak Banten menjadi provinsi, seperti pembangunan infrastuktur dan pembangunan di sektor lainnya. Tapi Ajiz menyayangkan pembangunan infrastruktur di Banten tidak dibarengi dengan pembangunan sumber daya manusianya. “Pembangunan di Banten udah keliatan berkembang, tapi sayang orangnya masih sama aja, engga ada perubahan berarti” jelas siswa yang menjadi ketua Pramuka di SMA 3 Ciputat tersebut.

Ajiz berharap, dengan ulang tahun Banten ke-8 ini, masyarakat Banten khususnya pelajar dan kaum muda makin bangga dengan Banten. “Kita harus cinta Banten, semoga Banten lebih mandiri dan lebih berkembang lagi” ujarnya menegaskan.

Tidak jauh berbeda dengan pendapat Ajiz, Hikma (16) Siswa SMA 1 Ciputat ini juga mengaku tidak tahu kalau Banten berulang tahun pada 4 Oktober kemarin. Menurutnya tidak ada yang istimewa dengan hari jadi Banten ke-8 ini, apalagi untuk masyarakat di daerah Tangerang Selatan seperti dirinya yang lebih banyak “bergaul” dengan Jakarta. “Kebanyakan masyarakat kayaknya acuh tak acuh dengan Banten, kita engga tau kalo Provinsi Banten ulang tahun, kita tu kalau sukses lebih mentingin individunya, bukan karena Banten” ungkap gadis yang akif di ekskul PASKIBRA dan menjadi anggota pengibar Bendera untuk Kabupaten Tangerang pada 17 Agustus lalu.

Menurut Hikma hilangnya rasa kebanggan terhadap Provinsi Banten dikarenakan pemerintahan di Banten kurang dekat dengan rakyatnya, juga tidak ada sosialisi dari pemerintah tentang kondisi Banten saat ini. “Kemarin aja waktu pembukaan fly over di Ciputat bukan Bupati apalagi Gubernur yang buka, cuma orang biasa,” jelas siswi yang masih duduk di kelas 3 SMA tersebut coba membuktikan.

Tapi terlepas dari sikap terhadap Provinsi Banten, Hikma mengaku banyak hal yang bisa kita lakukan sebagai pelajar dan kaum muda yang menjadi bagian dari Banten. “Kita harus berperan untuk Banten, salah satunya adalah dengan mengembangkan kreativitas dan meningkatkan prestasi,” ungkapnya penuh senyum.


sumber: radarbanten


Sumpah Pemuda Ke-80, Jiwa Dan Semangat Pemuda Perlu Di-reaktualisasi

Ada yang berbeda yang disampaikan Gubernur Banten, Hj. Ratu Atut Chosiyah di Hari Sumpah Pemuda, Selasa (28/10) kemarin. Menurut gubernur wanita ini, jiwa dan semangat pemuda perlu direkontruksi dengan tiga pilar, profesionalitas, integritas, dan solidaritas. Dari sambutan Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Adyaksa Dault yang dibacakannya, Atut menyampaikan, profesionalitas yang dimaksud, pemuda harus memiliki etos kerja, terampil, dan memiliki keahlian di bidangnya.

Dia juga menyebutkan, pilar lainnya adalah integritas. Artinya, lanjut Atut, pemuda harus memiliki akhlak mulia, jujur, dan berbudi pekerti luhur. Sedangkan pilar ketiga yaitu solidaritas, seorang pemuda harus bisa menunjukkan empati sosial dan memiliki kemampuan berbagi dengan masyarakat. “Tiga pilar inilah yang akan menopang peran serta pemuda dalam pembangunan, termasuk pembangunan daerah Banten ini,” ujar Atut menambahi sambutan Menpora pada peringatan hari Sumpah Pemuda ke-80 di Alun-Alun Serang. Dia juga mengatakan, jiwa dan semangat pemuda perlu di-reaktualisasi yang ke depan dapat menjadi langkah serius untuk menjaga integritas bangsa.

Dalam peringatan Sumpah Pemuda yang mengambil tema “Sewindu Banten”, 80 Tahun Sumpah Pemuda, dan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, Atut juga mengatakan, perlunya peningkatan prestasi Banten dalam semua bidang. “Kami mengharapkan pemuda mempunyai mental bertanding dan bisa membanggakan bagi daerah, sekaligus menciptakan iklim kondusif, dan dapat menghindari perilaku negatif,” lanjut dia mengomentari butuhnya semangat pemuda dalam Pekan Olah Raga Pelajar Daerah (Popda) Kabupaten Serang ke-IV yang akan diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Serang.

Di lokasi yang sama, salah satu tokoh muda, yang juga putra Gubernur Banten, Andika Hazrumy kepada sejumlah wartawan mengatakan, pemuda adalah sebagai ujung tombak pembangunan, tapi pemuda juga rentan terhadap pengaruh perilaku negatif. “Melalui peringatan Sumpah Pemuda ini, momen yang tepat untuk merajut kembali semangat dan rasa nasionalisme pemuda di mana makna Sumpah Pemuda mulai luntur. Dan sekarang saatnya pemuda bersatu padu bangkit bersama membangun negeri,” imbuh Anggota Karang Taruna Banten ini.

Sekedar informasi, peringatan Hari Sumpah Pemuda juga diisi dengan atraksi pencak silat yang dibawakan anak usia sekolah dasar hingga SMP serta parade ratusan atlet dari tujuh Kabupaten/Kota se Provinsi Banten. (Maulana SP)


sumber: www.suarabanten.com